“Pertahankan Pancasila sampai ke liang kubur”. Kalimat ini tertulis di balik gapura jalan masuk menuju Lubang Buaya, lokasi ditemukannya mayat 7 pahlawan revolusi negara yang gugur dalam peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Peristiwa ini dikenal luas dengan nama G30S/PKI. Genap 46 tahun sejak peristiwa berdarah tersebut, kalimat ini terasa menggelitik dan memaksa untuk berpikir.
“Pertahankan Pancasila sampai ke liang kubur”. Sempat terasa janggal ketika membaca kalimat ini, terasa seperti ada sesuatu yang di”seleweng”kan. Apa benar kita harus mempertahankan Pancasila sampai ke liang kubur? Kata-kata “liang kubur” di kalimat ini identik dengan kematian yang dipaksakan atau dengan kata lain kematian karena peperangan atau pertikaian. Mempertanyakan hal ini pada diri sendiri, mempertanyakan kesediaan saya mempertahankan 5 sila ini sampai ke liang kubur. Bukankah itu berarti mendewakan sesuatu? Mati karena mempertahankan suatu simbol? Mati karena mempertahankan 5 pernyataan yang toh tidak bisa mati karena bentuknya sendiri abstrak dan tidak tersentuh.
“Pertahankan Pancasila sampai ke liang kubur”. Setelah itu, saya berpikir lebih dalam lagi dan mendengarkan nasihat yang biasa saya berikan kepada anak murid saya ketika mengerjakan soal matematika, kembali ke definisi awal, definisi awal dari Pancasila. Pancasila yang saya ketahui berarti 5 sila. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Refleksi saya ke 5 sila ini semakin meyakinkan saya bahwa tidak mungkin mempertahankan Pancasila sampai ke liang kubur.
“Pertahankan Pancasila sampai ke liang kubur”. Pertama, berdasarkan sila pertama sendiri dikatakan Ketuhanan YME, yang berarti Tuhan itu satu dan hanya satu. Dan kita menyembah hanya kepada 1 Tuhan. Menyembah benda mati itu menurut saya murtad, apalagi rela mati untuk sesuatu yang diciptakan manusia. Sila kedua mengatakan kemanusiaan yang beradab. Bagaimana bisa manusia dikatakan beradab kalau kita sendiri saling membunuh. Saling membunuh demi ideologi yang dinamai Pancasila menurut saya, secara langsung sudah membunuh arti Pancasila itu sendiri. Sila ketiga, persatuan. Sampai saat ini pemberontakan yang mempermasalahkan Pancasila hampir selalu datang dari dalam negeri ini sendiri. Jikalau pemberontakan itu dari dalam dan pada akhirnya terjadi perang saudara, berarti persatuan itu sendiri sudah pecah. Jadi apa perlunya lagi membela sesuatu yang sudah pecah, terlebih sampai ke liang kubur?
“Pertahankan Pancasila sampai ke liang kubur”. Sila keempat yang lebih menguatkan keyakinan saya bahwa mati untuk Pancasila itu tidak memungkinkan. Dikatakan permusyawaratan, kerakyatan. Bahwa sebisa mungkin semua pertikaian diselesaikan dengan bermusyawarah, dan kiranya kita mengerahkan hikmat dan kebijaksanaan kita untuk menyelesaikannya tanpa pertikaian fisik yang merenggut nyawa. Jadi bila pun pertikaian fisik itu terjadi dan kita mengatasnamakan Pancasila sebagai pembenaran peperangan itu, kita sendirilah yang telah membunuh Pancasila itu sendiri. Sila kelima yang melambangkan keadilan pun tidak luput dari dasar argumentasi. Jikalau saja keadilan yang merata ini bisa terwujud di seluruh lapisan masyarakat, Negara ini tidak akan pernah menghadapi pertempuran sesama saudara sebangsa sendiri. Jika saja sila kelima ini bisa tercapai, tidak ada yang keberatan untuk mempertahankan Pancasila ini sampai kapanpun.
“Pertahankan Pancasila sampai ke liang kubur”. Bukan berarti saya tidak mencintai bangsa ini. Saya orang Indonesia yang bangga dengan kewarganegaraannya dan rela membela negara dan penduduk di dalamnya jika hidup dalam kebenaran sampai ke liang kubur. Saya rela membela Indonesia sampai akhir hayat saya. Pancasila merupakan sebuah ideologi yang bukan tanpa cela yang diciptakan manusia. Bila kelak ada ideologi yang lebih baik, mengapa tidak mengadaptasinya dan menjadikannya bagian dari hidup kenegaraan ini. Seperti halnya manusia, bila kelak ada nilai-nilai moral yang lebih baik, alangkah baiknya kita pun mulai mengamalkannya dan menyempurnakan nilai yang lebih dulu kita miliki.
“Pertahankan Pancasila sampai ke liang kubur”. Untuk pertama kalinya saya menyadari memperingati hari Kesaktian Pancasila itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang saya pegang. Bukan karena Pancasila yang sakti, tapi karena negara ini yang kuat dan bisa bertahan sampai sekarang. Karena Tuhannya yang Esa, manusianya yang beradab, rakyatnya yang bersatu dan berhikmat dan karena keadilan yang terus diperjuangkan.
-L